Oleh: Ibnu
Muchtar
Pengertian Tahniah
Secara bahasa tahniah (التَّهْنِئَةُ) sebalik dari ta’ziyah (التَّعْزِيَةُ). Maksudnya tahniah artinya ucapan selamat, sedangkan ta’ziyah artinya
ucapan bela sungkawa (berduka cita). Lihat, Mu’jam Maqayis al-Lughah, VI:68
Adapun secara istilah, makna tahniah secara umum
tidak berbeda dengan makna bahasa, namun dilihat dari konteks peristiwa istilah
tahniah memiliki beberapa makna spesifik (khusus). Seperti tabrik
(mendoakan berkah), tabsyir (memberi kabar baik), tarfiah (ucapan
selamat nikah), dan lain-lain.
Hukum Tahniah Secara Umum
Secara umum hukum tahniah adalah mustahab
(sunat), karena
(1) tahniah
merupakan perpaduan antara tabrik dan doa dari seorang muslim kepada sesama
muslim lainnya atas perkara yang menggembirakan dan disenanginya.
(2) Pada
tahniah terdapat mawaaddah (saling mencintai), tarahum (saling
mengasihi), dan ta’athuf (saling menaruh simpati) di antara kaum muslim.
Anjuran umum menyampaikan tahniah kepada sesama
muslim ketika mendapatkan kenikmatan diungkap didalam Alquran:
كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئًا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
(Dikatakan
kepada mereka): "Makan dan minumlah dengan enak sebagai balasan dari apa
yang telah kamu kerjakan", Q.s. Thur:19
Sedangkan dalam hadis diperoleh dari beberapa peristiwa,
antara lain
عَنْ أَنَسٍ ، قَالَ : أُنْزِلَتْ عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم : {إِنَّا
فَتَحْنَا لَك فَتْحًا مُبِينًا} إِلَى آخِرِ الآيَةِ ، مَرْجِعَهُ مِنَ الْحُدَيْبِيَةِ
، وَأَصْحَابُهُ مُخَالِطُو الْحُزْنِ وَالْكَآبَةِ ، قَالَ : نَزَلَتْ عَلَيَّ آيَةٌ
هِيَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا جَمِيعًا ، فَلَمَّا تَلاَهَا رَسُولُ
اللهِ صلى الله عليه وسلم ، قَالَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ : هَنِيئًا مَرِيئًا ، قَدْ
بَيَّنَ اللَّهُ مَا يُفْعَلُ بِكَ ، فَمَاذَا يُفْعَلُ بِنَا ؟ فَأَنْزَلَ اللَّهُ
الآيَةَ الَّتِي بَعْدَهَا : {لِيُدْخِلَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ جَنَّاتٍ
تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأَنْهَارُ} حَتَّى خَتَمَ الآيَةَ.
Dari Anas, ia berkata, “Telah diturunkan ayat Inna
fatahnaa laka fathan mubinan (al-Fath:1) kepada rasul ketika kembali dari
Hudaibiyah, dan para sahabatnya larut dalam kesedihan. Beliau bersabda, ‘Telah
turun ayat kepadaku yang lebih aku cintai daripada dunia dan seluruh isinya.
Ketika Rasulullah saw. membacanya, seorang laki-laki dari kaum itu berkat, ‘selamat lagi baik akibatnya, sungguh Allah telah menjelaskan apa yang
akan diperbuat-Nya kepada Anda, apa yang akan diperbuat kepada kami? Maka Allah
menurunkan ayat setelahnya: liyudkhilal mu’minina…hingga akhir ayat’. H.r.
Ahmad, al-Musnad, III:252, No. 13.664, Ibnu Abu Syaibah, al-Mushannaf, VII:408,
No. 36.937, Ibnu Hiban, Shahih Ibn Hiban, II:93, No. 371, Abu Ya’la, al-Musnad,
V:385, No. hadis 3045
Demikian pula peristiwa Ka’ab bin Malik yang
tertinggal dari perang Tabuk, yaitu ketika Allah swt menurunkan beberapa ayat
di akhir-akhir surat At-Taubah tentang diterimanya taubat Ka’ab bin Malik
bersama dua orang kawannya, Rasulullah saw. dan para shahabat segera memberi
kabar gembira kepada Ka’ab bin Malik dan mereka (para shahabat) mengucapkan
selamat kepadanya. (H.r. al-Bukhari dan Muslim dalam hadis yang panjang tentang
kisah Ka’ab bin Malik yang tertinggal dari perang Tabuk).
Tahni’ah Ied
Sebagaimana yang kita maklumi bahwa syariat Iedul
Fitri dan Iedul Adha mulai diberlakukan tahun ke-2 H. Bila kita hitung sejak
saat itu hingga akhir hayat Nabi tinggal di Madinah, berarti beliau sempat
melaksanakan syariat Iedul Fitri dan Iedul Adha sebanyak sembilan kali. Iedul
Fitri perdana, hari Senin, 1 Syawal 2 H/26 Maret 624 M. sedangkan iedul Fitri
terakhir hari Senin, 1 Syawal 10 H/30 Desember 631 M.
Meskipun
demikian, secara periwayatan tentang doa tahniah ied, dari kesembilan kali ied
itu, kami hanya menemukan satu riwayat yang menerangkan bentuk doa khusus yang katanya
diucapkan oleh Rasulullah saw. ketika bertemu dengan sahabatnya di saat ied.
Watsilah bin al-Asqa’ berkata:
لَقِيتُ رَسُولَ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- يَوْمَ عِيدٍ فَقُلْتُ تَقَبَّلَ الله ُ
مِنَّا وَمِنْكَ. فَقَالَ : نَعَمْ تَقَبَّلَ الله مِنَّا وَمِنْكَ
“Aku bertemu dengan Rasulullah saw. pada
waktu Ied, aku mengucapkan: taqabbalallah minnaa waminka (Mudah-mudahan
Allah menerima ibadah kami dan anda). Beliau menjawab,' Ya, taqabbalallah minnaa waminka (mudah-mudahan
Allah menerima ibadah kami dan anda)”. H.r. al-Baihaqi, as-Sunan al-Kubra,
III:319, No. hadis 6088, dan Ibnu Adi (al-Kamil fi Dhu’afa ar-Rijal, VI:271)
dengan redaksi:
يَا رَسُوْلَ اللهِ تَقَبَّلَ
الله ُ مِنَّا وَمِنْكَ ، قَالَ : نَعَمْ
تَقَبَّلَ الله مِنَّا وَمِنْكَ
“Wahai Rasulullah, taqabbalallah minnaa
waminka (Mudah-mudahan Allah menerima ibadah kami
dan anda). Beliau menjawab, 'Ya, taqabbalallah
minnaa waminka (mudah-mudahan Allah menerima ibadah kami
dan anda)”
Kedua
redaksi di atas diriwayatkan melalui Muhamad bin Ibrahim asy-Syami, dari
Baqiyyah bin al-Walid, dari Tsaur, dari Khalid bin Ma’dan, dari Watsilah bin
al-Asqa.
Namun
hadis ini daif, bahkan maudhu’ (palsu), karena diriwayatkan oleh seorang
pemalsu hadis bernama Muhamad bin Ibrahim asy-Syami. Kata Ibnu Adi, “Dan ini
adalah munkar, saya tidak mengetahui yang meriwayatkan hadis itu dari Baqiyyah
selain Muhamad bin Ibrahim ini” (al-Kamil fi Dhu’afa ar-Rijal, VI:271).
Kata Ibnu Hiban, “Muhamad bin Ibrahim asy-Syami Abu Abdullah
seorang kakek, dia berkeliling/tinggal di Irak dan bertetangga dengan ‘abadan,
dia memalsu hadis atas nama orang-orang Syam. Tentang dia telah dikabarkan
kepada kami oleh Abu Ya’la, al-Hasan bin Sufyan, dan lain-lain: Tidak halal
periwayatan darinya kecuali sekedar I’tibar (penelitian). Kata ad-Daraquthni,
‘Dia pendusta’. Kata Abu Nu’aim, “Dia meriwayatkan hadis-hadis palsu dari
al-Walid bin Muslim, Syu’aib bin Ishaq, Baqiyyah, dan Suwaid bin Abdul Aziz’.
Kata Ibnu ‘Adi, ‘Munkar al-Hadits dan seluruh hadis-hadisnya tidak
terpelihara’.” Al-Majruhin, II:301
Dengan
demikian, dapat diyakini bahwa tidak ditemukan satu bentuk doa khusus yang diucapkan
oleh Rasulullah saw. ketika bertemu dengan para sahabatnya di saat ied.
Demikian
pula riwayat yang menyatakan sebaliknya, yaitu saling mengucapkan doa taqabbalallah
minnaa waminkum pada
hari raya itu adalah perbuatan ahli kitab sebagaimana yang diriwayatkan oleh
Al-Baihaqi (as-Sunan al-Kubra, III:319, No. hadis 6091), Ibnul Jauzi (al-Ilal
al-Mutanahiyah, II:548), Ibnu Asakir (Tarikh Dimasyqa, XXXIV:97-98), melalui
Nu’aim bin Hammad, dari Abdul Khaliq bin Zaid, dari Makhul, dari Ubadah bin
as-Shamith, statusnya daif pula karena tiga sebab:
Pertama,
rawi Ni’aim bin Hamad. Kata Ibnu Hajar, “Dia shaduq, banyak keliru” Tahdzib
at-Tahdzib, X:462)
Kedua,
rawi Abdul Khaliq bin Zaid bin Waqid ad-Dimasyqi. Kata Imam al-Bukhari,
“Munkarul Hadits” as-Sunan al-Kubra, III:320)
Ketiga,
periwayatan Makhul dari Ubadah bin Shamith inqitha (terputus), karena Makhul
tidak pernah menerima hadis dari Ubadah. Jami’ at-Tahshil fi Ahkam
al-Marasil, hal. 285
Adapun
periwayatan doa tahniah ied yang kami dapati adalah sebagai perbuatan para
sahabat, sebagaimana
dijelaskan oleh Jubair bin Nufair:
كَانَ أَصْحَابُ
رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذاَ إِلْتَقَوْا يَوْمَ العِيدِ
يَقُولُ بَعْضُهَا لِبَعْضٍ : تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ. قَالَ الحاَفِظُ
إِسْناَدُهُ حَسَنٌ.
Adalah
para sahabat Rasulullah saw., apabila saling bertemu satu sama lain pada hari
raya ied, berkata yang satu pada yang lainnya, Taqabbalallahu minna wa minkum.
(Semoga Allah menerima amal ibadah kami dan engkau). Al-Hafizh Ibnu Hajar
mengatakan,
رَوَيْنَاهُ فِي الْمَحَامِلِيَاتِ بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ
"Kami telah meriwayatkannya dalam al-mahamiliyat dengan sanad hasan." (Fathul
Bari, II:446)
Keterangan:
Al-Mahamiliyat atau disebut juga al-ajzaa
al-mahamiliyat
dan Amali al-Mahamili,
berisi riwayat orang-orang Baghdad dan Asbahan, karya Abu Abdullah al-Husen bin
Ismail bin Muhamad al-Baghdadi al-Mahamili (w. 630 H). Lihat, Kasyf
azh-Zunun, I:588
Dalam
riwayat Abul Qasim al-Mustamli dengan redaksi
تَقَبَّلَ
اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ
Artinya: Semoga
Allah menerima amal ibadah kami dan kalian” Hasyiah at-Thahawi ‘ala al-Maraqi, II:527.
Dalam riwayat lain diterangkan dari Shafwan bin Amr as-Saksaky
berkata:
سَمِعْتُ عَبْدَ اللهِ بْنَ بِسْرٍ وَعَبْدَ الرَّحْمَنِ
بْنَ عَائِذٍ وَجُبَيْرَ بْنَ نُفَيْرٍ وَخَالِدَ بْنَ مَعْدَانَ يُقَالُ لَهُمْ فِي
أَيَّامِ الأَعْيَادِ : تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ, وَيَقُوْلُوْنَ ذَلِكَ
لِغَيْرِهِمْ.
Aku mendengar Abdullah bin
Bisr, Abdurahman bin 'Aidz, Jubair bin Nufair dan Khalid bin Ma'dan bahwa pada
hari-hari ied dikatakan kepada mereka Taqabbalallahu
minna waminkum, dan mereka pun mengucapkan seperti itu
kepada yang lainnya.
Kata Imam as-Suyuthi, hadis ini
diriwayatkan oleh al-Asbahani dalam at-Targhib wat Tarhib I:251. Lihat, Wushul
al-Amani bi Ushul al-Tahani, hal. 66
Demikian pula diterangkan oleh Muhamad bin
Ziyad, ia berkata:
كُنْتُ مَعَ أَبِي
أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ وَغَيْرِهِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ فَكَانُوْا إِذَا رَجَعُوْا مِنَ الْعِيْدِ يَقُولُ
بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ : تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكَ.
"Aku beserta Abu Umamah al-Bahili dan
yang lainnya dari kalangan para sahabat Nabi Saw. mereka itu apabila pulang
dari shalat Ied saling mengucapkan "Taqabbalallahu minna waminka". H.r.
Ibnu Aqil, al-Fathurrabbani, VI:157
Sedangkan dalam
riwayat Zahir bin Thahir dengan redaksi:
رَأَيْتُ أَبَا أُمَامَةَ البَاهِلِيّ يَقُوْلُ فِي الْعِيْدِ لأَصْحَابِهِ
تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ
"Aku melihat Abu Umamah al-Bahili di hari ied berkata pada
para sahabatnya "Taqabbalallahu minna waminkum". Wushul al-Amani
bi Ushul al-Tahani, hal. 66
Amal para sahabat itu diteladani oleh para tabi’in, antara lain
sebagai berikut:
Syu'bah bin al-Hajjaj (w. 160 H) berkata:
لَقَيْتُ يُوْنُسَ بْنَ عُبَيْدٍ
فَقُلْتُ : تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكَ فَقَالَ لِي مِثْلَهُ.
Aku bertemu dengan Yunus bin Ubaid (w. 139
H) lalu aku berkata, "Taqabbalallahu minna waminka", maka dia pun
berkata seperti itu kepadaku. H.r. at-Thabrani, Wushul al-Amani bi Ushul
al-Tahani, hal. 66
Dari
berbagai keterangan di atas dapat diambil kesimpulan:
1.
Pengamalan doa
tahniah, baik iedul Fithri maupun iedul Adha, berdasarkan amal sahabat
2.
Pengamalan doa ini tidak
hanya berlaku hari ied saja (hari itu saja)
3.
Redaksi doa tahniah adalah
Taqabbalallahu minna wa minka atauTaqabbalallahu minna wa minkum. Sedangkan
tambahan shiyamana wa shiyamakum tidak ditemukan periwayatannya.
4. Doa ini saling diucapkan antara satu dengan yang lain ketika bertemu,
bukan sebagai jawaban. Sedangkan membalas doa ini dengan ucapan aamien tidak
ditemukan riwayatnya