AQIDAH MALU
Merupakan
tabiat manusia yang pertama menjadi perhatian adalah apa yang terlihat dan
terdengar. Tetapi justru dengannya banyak orang tersimpangkan dari tujuan yang
asal, banyak orang yang tertipu.
Suatu
saat, sarana dan pelengkap hidup yang merupakan hummun berakibat menjadi
hammu, seperti yang diungkapkan dalam satu ungkapan, man kâna hummuhu
dunya fahua hammuhu. Apabila sarana dan pelengkap hidup menjadi tujuan
pokok, akan menyebabkan bahan kebingungan; (1) Bingung karena tidak punya, (2) Bingung karena berkelebihan. Ketika segalanya telah
dimiliki tetapi sarana untuk memiliki ternyata masih ada lebih, dia bingung
sendiri harus diapakan miliknya itu. Timbulah pola konsumtif (israf), melebihi
batas keperluan. Tapi justru Rasulullah ditegur Allah, mereka yang dinyatakan kecil/lemah
pada satu saat akan dihimpun dan mewujudkan kekuatan yang bukan kecil artinya.
Ketika dua orang sahabat meminta
bagian shadaqah, Rasulullah mempersilahkan dengan syarat mereka asnafnya, akan
tetapi bila bukan maka itu termasuk “sukhtun” harta yang haram. Kedua
sahabat itu tersentuh, bahwa mereka masih mampu berusaha sendiri dari pada
harus meminta bagian shadaqah. Mereka pulang dengan tenang hati.
Akan tetapi satu saat Rasulullah
mengingatkan, satarauna atsaratan, pada satu saat kalian akan melihat atsarah
(sikap manusia lebih mementingkan sarana dan pelengkap hidup) maka wajar jika
satu saat manusia akan menghalalkan segala cara untuk mencapai apa yang
diinginkan.
Wajarlah jika Imam al-Bukhari
membuat satu kitab, kitabul hiyal, kumpulan hadis yang menerangkan hailah
(alasan). Inilah yang diterangkan Rasulullah, laa tartakibuu
martakabatil yahuudu fatastahilluu mahaarimallah biadnal hiyali, ingatlah
kalian!, kalian jangan berperilaku seperti orang-orang Yahudi, akibatnya kalian
akan menghalalkan yang diharamkan Allah, biadnal hiyali, dengan alasan
yang sepele.
Dengan berbagai macam alasan
orang bisa tersimpangkan perhatiannya, tapi ingatlah, innallaaha ‘aliimun
bidzaatis shudur, bahwa apa yang ada dalam hati, bagi orang lain bisa
tersembunyi tapi bagi Allah apa hakikatnya yang tersembunyi itu.
Maka Rasulullah menanam sesuatu
yang perlu jadi aqidah, fainnal hayaa`a minal iimaani, dalam arti
manusia itu timbul rasa malu ketika berhadapan dengan masalah-masalah yang
dzahir, bila terdengar dan terlihat muncul rasa malu, akan tetapi bila tidak
terdengar dan terlihat, hilang rasa malunya itu, inilah yang ditekankan oleh
Rasulullah, fainnal hayaa`a minal iimaan, apakah secara dzahir ataupun
tersembunyi al-hayaa`u sudah menjadi aqidah dalam dirinya.
Akibat daripada atsara,
bukan melarang makan-minum. Tetapi, kuluu wasyrabuu walaa tusrifuu, silahkan
makan-minum tapi jangan berlebihan.
Di negeri Mesir dahulu ada satu
kepercayaan yang termasuk israf. Setiap tahun mereka mengadakan
persembahan kepada dewa Nil. Dilakukan pemilihan, siapa gadis perawan yang
paling cantik, mulai dari tingkat bawah sampai tingkat nasional. Semua orang
merasa berbangga, karena anaknya, warganya ada yang terpilih calon permaisuri
dewa Nil. Sebelum dipersembahkan segala keperluannya dipenuhi. Tidak kurang
satu bulan, setelah itu baru dipersembahkan dan barulah terlupakan.
Persembahan itu hilang pada
zaman Umar bin Khathab. Tetapi seperti tabiat yang pertama, satu saat akan
terulang kembali, orang sudah melebihi batas, suatu saat mereka akan melakukan
seperti yang dilakukan orang-orang Mesir itu. Diadakan pemilihan, mulai dari
tingkat RT sampai tingkat nasional dan internasional. Anehnya, mereka mau
diperlakukan apa saja. Meskipun sudah keluar dari jalur agama tetap saja ada
helahnya, “Meskipun seluruh pakaian kami dibuka (setengah bugil) itukan di
kolam renang di tempatnya.” Memang benar di tempatnya, tetapi orang yang
mengshoot adegan itu dan menonton bukan hanya di kolam renang, di mana saja
orang bisa melihat pertunjukkan seperti itu.
Jika pada zaman Mesir kuno
mereka dipersembahkan kepada dewa, kita tidak tahu, apakah mereka pun akan dipersembahkan
kepada orang-orang yang seperti Dewa. Kalau dahulu kepada Dewa Nil kalau
sekarang dipersembahkannya kepada siapa?
Inilah makna, kuluu wasyrabuu
wa laa tusrifuu, apabila sudah terjadi israf, sudah atsarul hayatid
dunya, apa kira-kira yang akan terjadi? maka dalam hal ini kita perlu meneliti
kembali kepada diri kita masing-masing, kita menjaga diri, keluarga, dan
lingkungan.
Inilah yang dimaksud dengan
jihad. Bukan dalam arti sekedar mengangkat senjata tetapi justru yang paling
berbahaya adalah jihadul fikrah, jika satu saat, begitu mudah diserap
oleh anak-isteri kita, bahkan tidak mustahil oleh kita sendiri, kiranya
gambaran rumah tangga seperti apa?
Apabila hal-hal seperti ini
sudah menyebar ke masyarakat luas, barangkali tinggal menunggu, waidzaa
aradnaa an nuhlika qaryatan, apabila kami akan membinasakan satu negeri, amarnaa
muthrafiihaa, kami akan memperbanyak kaum muthrafnya. Kaum muthraf bukan
kaum yang terbelakang tetapi kaum muthraf adalah orang-orang sudah maju akan
tetapi kemajuan, kemudahan bukan bertambah syukur tetapi bertambah kufur.
Apabila Sulaiman menyatakan, liyabluwanii
a asykuru am akfuru, tetapi pada satu saat bagi kaum muthraf, bukan yasykurun
tetapi yakfuruun, fadammarnaahaa tadmiraa, akibatnya kami akan
membinasakan mereka sehancur-hancurnya.
Mudah-mudahan aqidah malu dalam
diri kita, dalam arti al-Hayaa`u minal iimaan, bisa dijadikan pegangan
untuk menghadapi segala yang dikhawatirkan oleh Rasulullah.
*)
Disarikan oleh Ibnurund dari khutbah Jumat KH. Ikin
Sodikin, tahun 2007. Diedit kembali oleh Ibnu Muchtar
Sumber: http://www.pajagalan.com/2007/07/aqidah-malu.htmlHarta Kita Bukan Milik Kita (2)
1. Konsep Harta
A. Pengertian
Harta dalam Islam
Dalam bahasa Indonesia, seperti disebutkan pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), 1995, hal. 299, bahwa harta mengandung dua makna; (1) barang-barang (uang dsb) yang menjadi kekayaan; (2) kekayaan berwujud dan tidak berwujud yang bernilai dan yang menurut hukum dimiliki perusahaan.
Dalam bahasa Indonesia, seperti disebutkan pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), 1995, hal. 299, bahwa harta mengandung dua makna; (1) barang-barang (uang dsb) yang menjadi kekayaan; (2) kekayaan berwujud dan tidak berwujud yang bernilai dan yang menurut hukum dimiliki perusahaan.
Sedangkan dalam bahasa Arab harta kekayaan disebut mal.
Kata
mal secara bahasa diambil dari kata mail artinya condong atau
cenderung kepada
salah satu di antara dua sisi. Secara istilah mal adalah
harta atau barang-barang yang menjadi kekakayaan. Ada dua alasan mengapa harta
disebut mal; (1) karena harta senantiasa menjadi daya tarik bagi
manusia, yakni membuat manusia cenderung kepadanya.
Demi harta, orang siap bersusah payah menanggung segala
macam resiko dan kesulitan. Demi harta pula, orang menjadi
kikir untuk berinfak dan tidak peduli terhadap kesusahan orang lain. (2) karena
harta selamanya tidak
tetap dan mudah lenyap.
Di dalam Alquran penyebutan harta diulang sebanyak 86
kali; 25 kali dalam bentuk mufrad (tunggal, yakni mal), dan 61 satu kali
dalam bentuk jama’ (plural, banyak, yakni amwal). Sedangkan dilihat dari
bentuk ungkapan, kata tersebut
ditulis dalam dua bentuk; Pertama, tidak
dinisbahkan atau tidak
dihubungkan kepada
manusia sebagai “pemilik”, dalam arti berdiri sendiri, seperti al-mal dan amwal.
Bentuk
pertama ditemukan sebanyak 23 kali, antara lain dalam surat al-Kahfi:46
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا …
Harta
dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia...
Bentuk ungkapan
seperti di atas untuk menunjukkan bahwa ada harta yang tidak
menjadi objek kegiatan manusia, tetapi berpotensi untuk itu.
Kedua, dinisbahkan atau
dihubungkan kepada manusia sebagai “pemilik”, seperti amwalal yatama (harta-harta
anak yatim), amwalukum (harta-harta kamu), amwaluhum (harta-harta
mereka), dan lain-lain. Bentuk
kedua ditemukan sebanyak 54 kali, dengan kategori
sebagai berikut:
(1) Amwal
an-Nas
disebut 4 kali, yaitu pada surat
al-Baqarah:188;
an-Nisa:161; at-Taubah:34; ar-Rum:39.
(2) Amwal
al-Yatama
disebut 1 kali, yaitu pada surat
an-Nisa:10
(3) Amwalakum disebut 11 kali, yaitu pada surat
al-Baqarah:188,
279; Ali Imran:186; An-Nisa:2, 5, 29; al-Anfal:28; Saba:37; Muhamad:36;
al-Munafiqun:9; at-Taghabun:15.
(4) Amwaluna disebut 2 kali, yaitu pada surat Hud:87; al-Fath:11
(5) Amwalahum disebut 25 kali, yaitu pada surat al-Baqarah: 261, 262, 265, 274; Ali Imran: 10, 116;
an-Nisa: 2, 6, 34, 38, 95; al-Anfal: 36, 72; at-Taubah: 20, 44, 55, 85, 103,
111; Yunus: 88; al-Ahzab: 27, adz-Dzariyat: 19; al-Mujadalah: 17; al-Hasyr: 8;
al-Ma’arij: 24.
Bentuk
ungkapan seperti di atas untuk menunjukkan harta yang menjadi objek
kegiatan manusia.
Bila
kita bandingkan kedua bentuk tersebut, ternyata bentuk kedua yang paling banyak
digunakan dan dibicarakan oleh Alquran. Hal ini akan menimbulkan pertanyaan,
mengapa bentuk kedua yg banyak dibicarakan oleh Alquran? Menurut hemat kami,
hal itu sebagai dilalah isyarah (petunjuk secara isyarat) bahwa sudah
seharusnya apabila harta yang menjadi objek kegiatan manusia, yang diatur oleh
manusia, bukan sebaliknya manusia yg menjadi objek harta, diatur dan diperbudak harta.
B. Kedudukan
dan Fungsi Harta Menurut Islam
Berbeda
dengan dugaan sementara orang
yang beranggapan bahwa Islam kurang menyambut baik kehadiran harta. Padahal tidak demikian sebenarnya, sebab pada
hakikatnya pandangan Islam
terhadap harta amat positif. Manusia diperintahkan Allah untuk mencari
rezeki bukan hanya
yang
mencukupi kebutuhannya,
tetapi Alquran memerintahkan
untuk mencari apa yang diistilahkannya fadhl
Allah, yang secara harfiah
berarti "kelebihan yang
bersumber dari Allah". Salah satu ayat yang menunjuk tentang itu adalah:
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ
فَضْلِ اللَّهِ
Apabila telah ditunaikan shalat, maka
bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah. Q.s. Al-Jumuah:10
Kelebihan tersebut dimaksudkan antara lain agar orang yang memperolehnya dapat melakukan ibadah secara spemilikrna serta mengulurkan tangan (memberikan bantuan) kepada pihak lain yang oleh karena satu dan lain sebab tidak berkecukupan.
Pandangan Alquran terhadap harta bertitik tolak dari pandangannya terhadap naluri manusia. Seperti diketahui, Alquran memperkenalkan agama Islam antara lain sebagai agama fitrah, dalam arti ajaran-ajarannya sejalan dengan jati diri manusia serta naluri positifnya. Dalam bidang harta Alquran secara tegas menyatakan:
"Harta yang banyak" oleh Alquran disebut "khair" (Q.s. Al-Baqarah:180), yang arti harfiahnya adalah "kebaikan". Ini bukan saja berarti bahwa harta kekayaan adalah sesuatu yang dinilai baik, tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa perolehan dan penggunaannya harus pula dengan baik. Tanpa memperhatikan hal-hal tersebut, manusia akan mengalami kesengsaraan dalam hidupnya.
Kelebihan tersebut dimaksudkan antara lain agar orang yang memperolehnya dapat melakukan ibadah secara spemilikrna serta mengulurkan tangan (memberikan bantuan) kepada pihak lain yang oleh karena satu dan lain sebab tidak berkecukupan.
Pandangan Alquran terhadap harta bertitik tolak dari pandangannya terhadap naluri manusia. Seperti diketahui, Alquran memperkenalkan agama Islam antara lain sebagai agama fitrah, dalam arti ajaran-ajarannya sejalan dengan jati diri manusia serta naluri positifnya. Dalam bidang harta Alquran secara tegas menyatakan:
زُيِّنَ
لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ
الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ
وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia
kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta
yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah lading. Q.s.Ali imran:14"Harta yang banyak" oleh Alquran disebut "khair" (Q.s. Al-Baqarah:180), yang arti harfiahnya adalah "kebaikan". Ini bukan saja berarti bahwa harta kekayaan adalah sesuatu yang dinilai baik, tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa perolehan dan penggunaannya harus pula dengan baik. Tanpa memperhatikan hal-hal tersebut, manusia akan mengalami kesengsaraan dalam hidupnya.
الْمَالُ
وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ
عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا
Harta
dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal
lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk
menjadi harapan. Q.s. Al-Kahfi:46
Ayat tersebut
memiliki korelasi (hubungan timbal balik) dengan ayat sebelumnya (45) yang
menyatakan bahwa kehidupan dunia itu fana, tidak abadi. Dari korelasi tersebut
terdapat kesan kuat bahwa Allah hendak memberikan pesan kepada manusia agar
tidak tertipu oleh harta, karena harta sebagai bagian dari kehidupan itu pun
nasibnya sama tidak abadi, sehingga tidak dapat mengabadikan kehidupan manusia
di dunia.
Sehubungan dengan daya tarik harta yang luar biasa dan seringkali menyilaukan mata dan menggiurkan hati, maka ada dua hal yang diperingatkan oleh Islam berkaitan
dengan harta
(1) kedudukan
harta
a. harta
itu milik Allah yang dipinjamkan kepada Manusia. Allah berfirman:
آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ
Berimanlah kamu kepada Allah dan
Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah meminjamkan kepadamu. Q.s.Al-Hadid:7
…وَآتُوهُمْ
مِنْ مَالِ اللَّهِ الَّذِي آتَاكُمْ…
dan
berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya
kepadamu.Q.s.An-Nur:33
Kedua
ayat tersebut menunjukkan bahwa dunia dan kekayaan alamnya, baik yang
terkandung dalam bumi maupun yang tersebar di langit adalah milik Allah swt.
Kesemuanya disediakan bagi kepentingan manusia guna mencapai tujuan yang lebih
tinggi, yaitu ibadah. Sedangkan manusia sebagai khalifah-Nya hanya mempunyai hak khilafat, yaitu diberi kewenangan
mengolah bumi guna memperoleh manfaatnya sesuai dengan kehendak yang memberi
kewenangan itu, yakni Allah. Dengan demikian, hak manusia atas barang atau jasa
itu terbatas.
b. Harta itu sebagai fitnah (ujian). Allah berfirman:
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
Dan
ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan
sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar Q.s.Al-Anfal:28
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمْ الْخَاسِرُونَ
Hai
orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari
mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah
orang-orang yang merugi. Q.s. Al-Munafiqun:9
Yang dimaksud
dengan fitnah adalah cobaan dan ujian, yaitu sesuatu yg berat hati untuk
dilakukan atau ditinggalkan, diterima atau ditolak. Apakah dengan ujian itu
manusia tetap berpegang teguh pada
kebenaran atau justru kebatilan. Tetapkah melakukan kebaikan ataukah justru
kejahatan. Dan salah satu di antara ujian, bahkan yang
terberat bagi kaum mukmin adalah harta. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh
Rasululullah saw.
إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَإِنَّ فِتْنَةَ أُمَّتِي الْمَالُ
Sesungguhnya bagi setiap umat ada ujian. Dan sesungguhnya
ujian (terberat) bagi umatku berupa harta. H.r. Ahmad
(2) Fungsi Harta
a. Harta itu sebagai
qiyaman
وَلَا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمْ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا مَعْرُوفًا
Dan
janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum spemilikrna akalnya, harta (mereka yang ada dalam
kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka
belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka
kata-kata yang baik. Q.s.An-Nisa:5
Yang dimaksud dengan qiyaman adalah "sarana
pokok kehidupan". Ayat ini menunjukkan bahwa Islam memerintahkan
untuk menggunakan harta itu pada tempatnya dan
secara baik, serta tidak memboroskannya, bahkan memerintahkan
untuk menjaga dan memeliharanya.
Hingga Alquran melarang pemberian harta kepada pemiliknya
sekalipun, apabila
sang pemilik dinilai boros, atau tidak pandai mengurus hartanya
secara baik. Dalam konteks ini, Alquran berpesan kepada mereka
yang diberi amanat memelihara harta seseorang.
b. Harta itu
sebagai sarana ibadah
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنفِقُوا خَيْرًا لِأَنْفُسِكُمْ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمْ الْمُفْلِحُونَ
Maka
bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah
dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara
dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. Q.s.At-Taghabun:16
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ
الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
Dari Abu Huraerah, dari Nabi saw. beliau bersabda, “Kaya
bukanlah karena kebanyakan harta benda, tetapi kaya itu adalah kaya jiwa”
H.r.Al-Bukhari
Ibnu Qudamah berkata, ”Di antara fungsi harta bagi
kepentingan agama adalah membelanjakannya untuk dirinya, baik itu dalam ibadah
seperti haji dan jihad atau sebagai penopang untuk beribadah, seperti makanan,
pakaian, tempat tinggal, dan kebutuhan–kebutuhan pokok lainnya. Jika
kebutuhan-kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka hati tidak akan dapat
berkonsertasi untuk agama dan ibadah. Sesuatu yang merupakan syarat wajib bagi
terlaksananya ibadah, maka sesuatu itu termasuk ibadah.”
Tatkala
membuat perbandingan antara kefakiran dengan kekayaan, beliau berkata, ”Dunia
itu harus diwaspadai bukan zatnya akan tetapi karena keberadaannya yang menjadi
penghalang bagi tercapainya pendekatan kepada Allah. Kefakiran tercela bukan
karena zatnya tetapi ia merupakan penghalang tercapainya pendekatan kepada
Allah Swt. Betapa banyaknya orang kaya yang tidak disibukan oleh kakayaanya
dari mengingat Allah, seperti Utsman bin Affan r.a. dan Abdurrahman bin auf.
Betapa banyak juga orang fakir yang disibukan oleh kafakirannya, sehingga ia
lupa kepada Allah Swt.”
Dalam konteks inilah Rasulullah sering berdoa agar
dijauhkan dari kefakiran,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ
الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ وَعَذَابِ الْقَبْرِ
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari
kekafiran, kefakiran, dan siksa kubur. H.r.An-Nasai
Dari doa ini tersirat suatu pesan bahwa kefakiran dapat
menyebabkan seorang muslim terganggu pikiran, ketenangan, dan kekhusyukannya
dalam beribadah kepada Allah ketika tersibukkan oleh kebutuhan-kebutuhan pokok
yang tidak bisa terpenuhi. Dari kondisi fakir seperti ini kita dianjurkan untuk
memohon perlindungan kepada Allah.
SEGERALAH MENETAPKAN JAWABAN
Oleh: Drs. H. Uus M. Ruhiat
Ulama
mengatakan, “Dalam segala sesuatu Ia (Allah) mempunyai ayat (dalil) yang
menunjukkan bahwa Ia itu Maha Esa”. Seseorang yang dianugerahi wewenang dan
kekuasaan yang tinggi tidak dapat menjauhkan Tuhan dan tidak pula menanam
keyakinan tidak memerlukan Tuhan lagi, karena pada kekuasaan dan kewenangan
yang diberikan kepada dirinya terdapat isyarat yang menunjukkan bahwa Ia itu Maha
Esa, yaitu di atas wewenang dan kekuasaan manusia yang serba terbatas pasti ada
penguasa dan pemilik wewenang yang Mahatunggal.
Ilmu
pengetahuan dan harta yang diberikan kepada manusia tidak dapat dijadikan
alasan seseorang menjauhkan orang dari Allah dan tidak memerlukan-Nya lagi,
karena telah berilmu dan berharta. Tetapi ia justru lebih mendekatkan diri
kepada Allah, karena pada ilmu pengetahuan dan harta yang dianugerahkan kepada
dirinya terdapat tanda yang menunjukkan bahwa Ia itu Maha Esa.
Dua ekor kerbau
bertemu di padang rumput dapat makan bersama tanpa perkelahian, sedangkan dua
ekor ayam bertemu menghadapi makanan, tidak dapat memulai makan tanpa didahului
dengan pertengkaran dan perkelahian terlebih dahulu. Oleh karena itu, bukan
makanan yang menjadi sebab utama pertengkaran dan perkelahian, melainkan sifat
dan tabiat yang ada pada dirinya.
Sebagian
manusia yang menguasai ilmu dan teknologi, kemudian melupakan Allah dan
mempunyai keyakinan tidak membutuhkan-Nya lagi setelah teknologi dikuasainya,
berarti ia telah sesat amat sangat sesat. Bukan ilmu pengetahuan yang menjadi
sebab utama kesesatan, melainkan kefasikan dan kezaliman yang ada pada dirinya,
karena Islam tidak memusuhi teknologi dan tidak menafikan pengetahuan.
Berkat ilmu dan
harta yang dimilikinya, mereka merasa terkabulkan segala keinginan dan tidak
merasa berkekurangan, sehingga mendustakan ayat-ayat yang ada pada ilmu dan
harta itu, Allah berfirman:
كَلَّا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَيَطْغَى # أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَى
Sayang sesungguhnya manusia itu suka melewati batas, karena merasa dirinya cukup Q.s. Al-Alaq:6-7
وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لَا
يَعْلَمُونَ
Dan
orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, akan Kami turunkan derajat
mereka dengan kesenangan dari arah yamg mereka tidak ketahui. Q.S. Al-A’raf:182
Kalaulah
manusia hendak bertafakur secara teratur, dan menganalisis secara sehat akan
kejadian yang setiap saat terlihat, yaitu yang hari ini ada, besok tiada, dan
yang hari ini tidak ada besok ada, setiap hari ada yang datang dan pergi,
sedang mereka datang bukan keinginannya dan pergi pun bukan kehendak pribadi. Datang
dan pergi diatur oleh Dzat Yang Maha Tunggal. Teori apa lagi yang mereka
percayai setelah kitab Allah dan Sunah rasul-Nya didustakan?
Allah
berfirman:
أَوَلَمْ يَنْظُرُوا فِي مَلَكُوتِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا خَلَقَ
اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ وَأَنْ عَسَى أَنْ يَكُونَ قَدِ اقْتَرَبَ أَجَلُهُمْ فَبِأَيِّ
حَدِيثٍ بَعْدَهُ يُؤْمِنُونَ
Apakah mereka tidak pikirkan tentang kerajaan langit dan bumi, serta apa yang Allah ciptakan, karena sesungguhnya bisa jadi telah dekat ajal mereka, maka kepada “omongan” apa lagi sesudah itu, mereka mau percaya? Q.S. Al-A’raf:185
A.Hassan memberi keterangan
dalam catatan kaki tafsir Al-Furqan, “Sesudah begitu banyak nasehat, keterangan
dan perbandingan, kalau mereka tidak mau beriman, maka kepada keterangan apakah
mereka mau beriman?”
Kesanggupan Menerima Ilmu dan
Petunjuk
Nasihat
dan peringatan akan berguna bagi orang yang memiliki kesanggupan untuk menaati
dan melaksanakannya seluruh isi nasihat itu. Bahkan ditunggu dan diburunya
walau berada di mana pun. Di samping Rasulullah saw. menyampaikan risalah,
beliau pun ditanya dan diminta nasihatnya oleh para sahabat yang haus akan
petunjuknya. Bagi Abu Jahal dan kawan-kawannya, petunjuk dan ilmu Rasulullah
saw. tak ubahnya angin lalu, karena tidak ada manfaat sama sekali bagi dirinya.
Bahkan bisa jadi mereka menganggap racun bagi pertumbuhan akidah dan
keyakinannya, karena jangankan melaksanakan petunjuk itu, menerima pun sudah
tidak mampu. Bahkan lebih baik menolak, agar menjadi pahlawan bagi nenek
moyangnya. Allah berfirman:
إِنَّمَا تُنْذِرُ مَنِ اتَّبَعَ الذِّكْرَ وَخَشِيَ الرَّحْمَنَ بِالْغَيْبِ
فَبَشِّرْهُ بِمَغْفِرَةٍ وَأَجْرٍ كَرِيمٍ
Engkau
hanya dapat memberi peringatan kepada
orang yang mengikuti peringatan dan takut kepada (Tuhan) Pemurah dalam (urusan)
gaib. Oleh karena itu, gembirkanlah dia dengan ampunan dan pahala yang mulia. Q.S. Yasin:11
Berdasarkan keterangan di atas,
ada dua hal yang orang memperhatikan peringatan yaitu orang-orang yang
mempunyai kesanggupan, dan takut kepada Dzat Yang Maha Pemurah.
Imam
Al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadis dalam Kitabul ilmu dengan judul bab
Mengadakan Perjalanan dalam mencari jawaban terhadap masalah yang
benar-benar terjadi dan mengajarkannya kepada keluarga.
عَنْ
عُقبَةَ بنِ الحارِثِ - رضي الله عنه - : أنَّهُ تَزَوَّجَ ابنَةً لأبي إهَابِ بن عزيزٍ
، فَأتَتْهُ امْرَأةٌ ، فَقَالَتْ : إنّي قَدْ أرضَعْتُ عُقْبَةَ وَالَّتِي قَدْ تَزَوَّجَ
بِهَا . فَقَالَ لَهَا عُقْبَةُ : مَا أعْلَمُ أنَّك أرضَعْتِنِي وَلاَ أخْبَرْتِني
، فَرَكِبَ إِلَى رسول الله صلى الله عليه
وسلم بِالمَدِينَةِ ، فَسَأَلَهُ : فَقَالَ
رسول الله صلى الله عليه وسلم : (( كَيْفَ ؟ وَقَد قِيلَ )) فَفَارَقَهَا
عُقْبَةُ وَنَكَحَتْ زَوْجاً غَيْرَهُ . رواه البخاري .
Dari
Uqbah bin harits ra., ia berkata, “Sesungguhnya ia menikah kepada putri Abu
Ihab bin Aziz, lalu datanglah seorang wanita seraya berkata, ‘Sesungguhnya saya
menyusui Uqbah dan wanita yang dinikahinya’. Uqbah berkata kepadanya, ‘Saya
tidak tahu bahwa engkau menyusuiku dan engkau tidak memberitahukan kepadaku’.
Lalu ia naik (kendaraan) menuju Rasulullah saw. di Madinah dan ia bertanya
kepada beliau, kemudian Rasulullah saw. bersabda, ‘mau bagaimana lagi sedangkan
ini telah diputuskan’. Lalu Uqbah berpisah dengan wanita itu, dan wanita itu
menikah dengan laki-laki lain’”.
H.R. Al-Bukhari
Keterangan di atas menggambarkan
nilai ketauhidan seseorang dalam menempuh perjalanan yang cukup jauh, guna
mencari kejelasan bagi peristiwa yang dialaminya untuk segera mencari jawaban
dan kemudian diamalkan. Padahal memisahkan pasangan suami istri yang baru mulai
menikmati keindahan rumah tangga bukanlah perbuatan yang mudah. Kalau bukan
karena dorongan kesanggupan menerima ilmu dan petunjuk Rasul serta ruh
jihadnya, niscaya hal itu dapat dilakukan dengan mulus. Oleh karena itu, pantas
seorang ulama mengatakan, “Pada zaman
sahabat itu ayat belum datang, imam sedang mengakar, pada zaman sekarang
Alquran sudah datang, iman masih mengambang”. Dengan demikian ayat-ayat Alquran
ketika itu turun berangsur laksana gayung bersambut dan kata berjawab.
Pertumbuhan dan ilmu yang Allah
mengutus aku (Muhammad) untuk menyampaikannya laksana air hujan yang lebat
menimpa tanah, ada yang jatuh menyirami yang subur dan gembur, sehingga tanah
itu dapat menyerap air dan menumbuhkan tanaman serta rerumputan. Di antara
tanah itu juga ada tanah yang keras yang tidak menyerap air hujan, tetapi dapat
membendung, sehingga air mengolam. Allah memberi manfaat dari air itu untuk
diminum, menyiram tanaman dan memberi minum binatang. Di antara air itu juga
ada yang jatuh pada tanah yang rata dan tidak dapat membendung air dan tidak
pula dapat menumbuhkan tanaman, melainkan licin yang berbahaya dan
membahayakan.
Keterangan di atas menggambarkan perumpamaan ilmu
dan petunjuk yang dibawa Rasulullah saw. yang diterima manusia macam-macam,
airnya sama, tapi jenis tanahnya berbeda. Andaikan hendak bercermin diri,
termasuk jenis tanah manakah diri ini, tentu hanya masing-masing dirilah yang
sanggup menjawabnya.
Laporan Keuangan ke-4 Wakaf Tanah Makam
LAPORAN KEUANGAN
PERIODE 30 JULI - 16 AGUSTUS 2010
A. Pemasukan
No
|
Tanggal
|
N a
m a
|
A l a m a t
|
Besar Infaq
|
Ket
|
20 Juli 2010
|
11.035.000
|
Pindahan
|
|||
61
|
30 Juli 2010
|
Bp Amud
|
|||
50
|
09 Juli 2010
|
Dahman J.
|
Jl.H.Basuki
|
100.000
|
|
51
|
09 Juli 2010
|
H.Ma’mun
|
Jl.H. Basuki
|
100.000
|
|
52
|
09 Juli2010
|
Hj.Tita
|
Jl.H. Basuki
|
100.000
|
|
53
|
09 Juli 2010
|
H.Yaya
|
Jl.H.Yaya
|
100.000
|
|
54
|
09 Juli 2010
|
H.Anda Ganda
|
Gumuruh
|
1.000.000
|
|
55
|
09 Juli 2010
|
Bpk.Supriya
|
Gumuruh
|
200.000
|
|
56
|
09 Juli 2010
|
Bpk.Dwijo
|
Gumuruh
|
100.000
|
|
57
|
09 Juli 2010
|
H.Enjun Asman
|
Gumuruh
|
100.000
|
|
58
|
15 Juli 2010
|
H.Aep Rahman
|
Kacapiring
|
100.000
|
|
59
|
11 Juli 2010
|
Sugeng Supriyadi
|
Antapani
|
192.500
|
|
60
|
17 Juli 2010
|
Jama’ah VI
|
Gg.Nata
|
600.000
|
|
Jumlah
|
31.035.500
|
B. Pengeluaran
20 Juli 2010
|
Pembayaran Tanah
|
560 m2
|
20.000.000
|
||
Saldo
|
11.035.500
|
Terbilang (Sebelas Juta
Tiga Puluh Lima Ribu Lima Ratus Rupiah)
|
|
Bandung,
|
14 Sya’ban 1431 H
|
26 Juli
2010 M
|
|
Mengetahui
|
|
Ketua
|
Bendahara
|
Wawa Suryana Hidayat
|
Asep Nurjaman
|
Niat: 32.609
|
Niat: 25.852
|
Langganan:
Postingan (Atom)