1. Konsep Harta
A. Pengertian
Harta dalam Islam
Dalam bahasa Indonesia, seperti disebutkan pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), 1995, hal. 299, bahwa harta mengandung dua makna; (1) barang-barang (uang dsb) yang menjadi kekayaan; (2) kekayaan berwujud dan tidak berwujud yang bernilai dan yang menurut hukum dimiliki perusahaan.
Dalam bahasa Indonesia, seperti disebutkan pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), 1995, hal. 299, bahwa harta mengandung dua makna; (1) barang-barang (uang dsb) yang menjadi kekayaan; (2) kekayaan berwujud dan tidak berwujud yang bernilai dan yang menurut hukum dimiliki perusahaan.
Sedangkan dalam bahasa Arab harta kekayaan disebut mal.
Kata
mal secara bahasa diambil dari kata mail artinya condong atau
cenderung kepada
salah satu di antara dua sisi. Secara istilah mal adalah
harta atau barang-barang yang menjadi kekakayaan. Ada dua alasan mengapa harta
disebut mal; (1) karena harta senantiasa menjadi daya tarik bagi
manusia, yakni membuat manusia cenderung kepadanya.
Demi harta, orang siap bersusah payah menanggung segala
macam resiko dan kesulitan. Demi harta pula, orang menjadi
kikir untuk berinfak dan tidak peduli terhadap kesusahan orang lain. (2) karena
harta selamanya tidak
tetap dan mudah lenyap.
Di dalam Alquran penyebutan harta diulang sebanyak 86
kali; 25 kali dalam bentuk mufrad (tunggal, yakni mal), dan 61 satu kali
dalam bentuk jama’ (plural, banyak, yakni amwal). Sedangkan dilihat dari
bentuk ungkapan, kata tersebut
ditulis dalam dua bentuk; Pertama, tidak
dinisbahkan atau tidak
dihubungkan kepada
manusia sebagai “pemilik”, dalam arti berdiri sendiri, seperti al-mal dan amwal.
Bentuk
pertama ditemukan sebanyak 23 kali, antara lain dalam surat al-Kahfi:46
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا …
Harta
dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia...
Bentuk ungkapan
seperti di atas untuk menunjukkan bahwa ada harta yang tidak
menjadi objek kegiatan manusia, tetapi berpotensi untuk itu.
Kedua, dinisbahkan atau
dihubungkan kepada manusia sebagai “pemilik”, seperti amwalal yatama (harta-harta
anak yatim), amwalukum (harta-harta kamu), amwaluhum (harta-harta
mereka), dan lain-lain. Bentuk
kedua ditemukan sebanyak 54 kali, dengan kategori
sebagai berikut:
(1) Amwal
an-Nas
disebut 4 kali, yaitu pada surat
al-Baqarah:188;
an-Nisa:161; at-Taubah:34; ar-Rum:39.
(2) Amwal
al-Yatama
disebut 1 kali, yaitu pada surat
an-Nisa:10
(3) Amwalakum disebut 11 kali, yaitu pada surat
al-Baqarah:188,
279; Ali Imran:186; An-Nisa:2, 5, 29; al-Anfal:28; Saba:37; Muhamad:36;
al-Munafiqun:9; at-Taghabun:15.
(4) Amwaluna disebut 2 kali, yaitu pada surat Hud:87; al-Fath:11
(5) Amwalahum disebut 25 kali, yaitu pada surat al-Baqarah: 261, 262, 265, 274; Ali Imran: 10, 116;
an-Nisa: 2, 6, 34, 38, 95; al-Anfal: 36, 72; at-Taubah: 20, 44, 55, 85, 103,
111; Yunus: 88; al-Ahzab: 27, adz-Dzariyat: 19; al-Mujadalah: 17; al-Hasyr: 8;
al-Ma’arij: 24.
Bentuk
ungkapan seperti di atas untuk menunjukkan harta yang menjadi objek
kegiatan manusia.
Bila
kita bandingkan kedua bentuk tersebut, ternyata bentuk kedua yang paling banyak
digunakan dan dibicarakan oleh Alquran. Hal ini akan menimbulkan pertanyaan,
mengapa bentuk kedua yg banyak dibicarakan oleh Alquran? Menurut hemat kami,
hal itu sebagai dilalah isyarah (petunjuk secara isyarat) bahwa sudah
seharusnya apabila harta yang menjadi objek kegiatan manusia, yang diatur oleh
manusia, bukan sebaliknya manusia yg menjadi objek harta, diatur dan diperbudak harta.
B. Kedudukan
dan Fungsi Harta Menurut Islam
Berbeda
dengan dugaan sementara orang
yang beranggapan bahwa Islam kurang menyambut baik kehadiran harta. Padahal tidak demikian sebenarnya, sebab pada
hakikatnya pandangan Islam
terhadap harta amat positif. Manusia diperintahkan Allah untuk mencari
rezeki bukan hanya
yang
mencukupi kebutuhannya,
tetapi Alquran memerintahkan
untuk mencari apa yang diistilahkannya fadhl
Allah, yang secara harfiah
berarti "kelebihan yang
bersumber dari Allah". Salah satu ayat yang menunjuk tentang itu adalah:
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ
فَضْلِ اللَّهِ
Apabila telah ditunaikan shalat, maka
bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah. Q.s. Al-Jumuah:10
Kelebihan tersebut dimaksudkan antara lain agar orang yang memperolehnya dapat melakukan ibadah secara spemilikrna serta mengulurkan tangan (memberikan bantuan) kepada pihak lain yang oleh karena satu dan lain sebab tidak berkecukupan.
Pandangan Alquran terhadap harta bertitik tolak dari pandangannya terhadap naluri manusia. Seperti diketahui, Alquran memperkenalkan agama Islam antara lain sebagai agama fitrah, dalam arti ajaran-ajarannya sejalan dengan jati diri manusia serta naluri positifnya. Dalam bidang harta Alquran secara tegas menyatakan:
"Harta yang banyak" oleh Alquran disebut "khair" (Q.s. Al-Baqarah:180), yang arti harfiahnya adalah "kebaikan". Ini bukan saja berarti bahwa harta kekayaan adalah sesuatu yang dinilai baik, tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa perolehan dan penggunaannya harus pula dengan baik. Tanpa memperhatikan hal-hal tersebut, manusia akan mengalami kesengsaraan dalam hidupnya.
Kelebihan tersebut dimaksudkan antara lain agar orang yang memperolehnya dapat melakukan ibadah secara spemilikrna serta mengulurkan tangan (memberikan bantuan) kepada pihak lain yang oleh karena satu dan lain sebab tidak berkecukupan.
Pandangan Alquran terhadap harta bertitik tolak dari pandangannya terhadap naluri manusia. Seperti diketahui, Alquran memperkenalkan agama Islam antara lain sebagai agama fitrah, dalam arti ajaran-ajarannya sejalan dengan jati diri manusia serta naluri positifnya. Dalam bidang harta Alquran secara tegas menyatakan:
زُيِّنَ
لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ
الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ
وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia
kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta
yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah lading. Q.s.Ali imran:14"Harta yang banyak" oleh Alquran disebut "khair" (Q.s. Al-Baqarah:180), yang arti harfiahnya adalah "kebaikan". Ini bukan saja berarti bahwa harta kekayaan adalah sesuatu yang dinilai baik, tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa perolehan dan penggunaannya harus pula dengan baik. Tanpa memperhatikan hal-hal tersebut, manusia akan mengalami kesengsaraan dalam hidupnya.
الْمَالُ
وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ
عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا
Harta
dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal
lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk
menjadi harapan. Q.s. Al-Kahfi:46
Ayat tersebut
memiliki korelasi (hubungan timbal balik) dengan ayat sebelumnya (45) yang
menyatakan bahwa kehidupan dunia itu fana, tidak abadi. Dari korelasi tersebut
terdapat kesan kuat bahwa Allah hendak memberikan pesan kepada manusia agar
tidak tertipu oleh harta, karena harta sebagai bagian dari kehidupan itu pun
nasibnya sama tidak abadi, sehingga tidak dapat mengabadikan kehidupan manusia
di dunia.
Sehubungan dengan daya tarik harta yang luar biasa dan seringkali menyilaukan mata dan menggiurkan hati, maka ada dua hal yang diperingatkan oleh Islam berkaitan
dengan harta
(1) kedudukan
harta
a. harta
itu milik Allah yang dipinjamkan kepada Manusia. Allah berfirman:
آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَأَنْفِقُوا مِمَّا جَعَلَكُمْ مُسْتَخْلَفِينَ فِيهِ
Berimanlah kamu kepada Allah dan
Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah meminjamkan kepadamu. Q.s.Al-Hadid:7
…وَآتُوهُمْ
مِنْ مَالِ اللَّهِ الَّذِي آتَاكُمْ…
dan
berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya
kepadamu.Q.s.An-Nur:33
Kedua
ayat tersebut menunjukkan bahwa dunia dan kekayaan alamnya, baik yang
terkandung dalam bumi maupun yang tersebar di langit adalah milik Allah swt.
Kesemuanya disediakan bagi kepentingan manusia guna mencapai tujuan yang lebih
tinggi, yaitu ibadah. Sedangkan manusia sebagai khalifah-Nya hanya mempunyai hak khilafat, yaitu diberi kewenangan
mengolah bumi guna memperoleh manfaatnya sesuai dengan kehendak yang memberi
kewenangan itu, yakni Allah. Dengan demikian, hak manusia atas barang atau jasa
itu terbatas.
b. Harta itu sebagai fitnah (ujian). Allah berfirman:
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
Dan
ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan
sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar Q.s.Al-Anfal:28
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمْ الْخَاسِرُونَ
Hai
orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari
mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah
orang-orang yang merugi. Q.s. Al-Munafiqun:9
Yang dimaksud
dengan fitnah adalah cobaan dan ujian, yaitu sesuatu yg berat hati untuk
dilakukan atau ditinggalkan, diterima atau ditolak. Apakah dengan ujian itu
manusia tetap berpegang teguh pada
kebenaran atau justru kebatilan. Tetapkah melakukan kebaikan ataukah justru
kejahatan. Dan salah satu di antara ujian, bahkan yang
terberat bagi kaum mukmin adalah harta. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh
Rasululullah saw.
إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَإِنَّ فِتْنَةَ أُمَّتِي الْمَالُ
Sesungguhnya bagi setiap umat ada ujian. Dan sesungguhnya
ujian (terberat) bagi umatku berupa harta. H.r. Ahmad
(2) Fungsi Harta
a. Harta itu sebagai
qiyaman
وَلَا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمْ الَّتِي جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا مَعْرُوفًا
Dan
janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum spemilikrna akalnya, harta (mereka yang ada dalam
kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka
belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka
kata-kata yang baik. Q.s.An-Nisa:5
Yang dimaksud dengan qiyaman adalah "sarana
pokok kehidupan". Ayat ini menunjukkan bahwa Islam memerintahkan
untuk menggunakan harta itu pada tempatnya dan
secara baik, serta tidak memboroskannya, bahkan memerintahkan
untuk menjaga dan memeliharanya.
Hingga Alquran melarang pemberian harta kepada pemiliknya
sekalipun, apabila
sang pemilik dinilai boros, atau tidak pandai mengurus hartanya
secara baik. Dalam konteks ini, Alquran berpesan kepada mereka
yang diberi amanat memelihara harta seseorang.
b. Harta itu
sebagai sarana ibadah
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنفِقُوا خَيْرًا لِأَنْفُسِكُمْ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمْ الْمُفْلِحُونَ
Maka
bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah
dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara
dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. Q.s.At-Taghabun:16
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ
الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
Dari Abu Huraerah, dari Nabi saw. beliau bersabda, “Kaya
bukanlah karena kebanyakan harta benda, tetapi kaya itu adalah kaya jiwa”
H.r.Al-Bukhari
Ibnu Qudamah berkata, ”Di antara fungsi harta bagi
kepentingan agama adalah membelanjakannya untuk dirinya, baik itu dalam ibadah
seperti haji dan jihad atau sebagai penopang untuk beribadah, seperti makanan,
pakaian, tempat tinggal, dan kebutuhan–kebutuhan pokok lainnya. Jika
kebutuhan-kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka hati tidak akan dapat
berkonsertasi untuk agama dan ibadah. Sesuatu yang merupakan syarat wajib bagi
terlaksananya ibadah, maka sesuatu itu termasuk ibadah.”
Tatkala
membuat perbandingan antara kefakiran dengan kekayaan, beliau berkata, ”Dunia
itu harus diwaspadai bukan zatnya akan tetapi karena keberadaannya yang menjadi
penghalang bagi tercapainya pendekatan kepada Allah. Kefakiran tercela bukan
karena zatnya tetapi ia merupakan penghalang tercapainya pendekatan kepada
Allah Swt. Betapa banyaknya orang kaya yang tidak disibukan oleh kakayaanya
dari mengingat Allah, seperti Utsman bin Affan r.a. dan Abdurrahman bin auf.
Betapa banyak juga orang fakir yang disibukan oleh kafakirannya, sehingga ia
lupa kepada Allah Swt.”
Dalam konteks inilah Rasulullah sering berdoa agar
dijauhkan dari kefakiran,
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ
الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ وَعَذَابِ الْقَبْرِ
Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari
kekafiran, kefakiran, dan siksa kubur. H.r.An-Nasai
Dari doa ini tersirat suatu pesan bahwa kefakiran dapat
menyebabkan seorang muslim terganggu pikiran, ketenangan, dan kekhusyukannya
dalam beribadah kepada Allah ketika tersibukkan oleh kebutuhan-kebutuhan pokok
yang tidak bisa terpenuhi. Dari kondisi fakir seperti ini kita dianjurkan untuk
memohon perlindungan kepada Allah.