SEGERALAH MENETAPKAN JAWABAN

Oleh: Drs. H. Uus M. Ruhiat

Ulama mengatakan, “Dalam segala sesuatu Ia (Allah) mempunyai ayat (dalil) yang menunjukkan bahwa Ia itu Maha Esa”. Seseorang yang dianugerahi wewenang dan kekuasaan yang tinggi tidak dapat menjauhkan Tuhan dan tidak pula menanam keyakinan tidak memerlukan Tuhan lagi, karena pada kekuasaan dan kewenangan yang diberikan kepada dirinya terdapat isyarat yang menunjukkan bahwa Ia itu Maha Esa, yaitu di atas wewenang dan kekuasaan manusia yang serba terbatas pasti ada penguasa dan pemilik wewenang yang Mahatunggal.

Ilmu pengetahuan dan harta yang diberikan kepada manusia tidak dapat dijadikan alasan seseorang menjauhkan orang dari Allah dan tidak memerlukan-Nya lagi, karena telah berilmu dan berharta. Tetapi ia justru lebih mendekatkan diri kepada Allah, karena pada ilmu pengetahuan dan harta yang dianugerahkan kepada dirinya terdapat tanda yang menunjukkan bahwa Ia itu Maha Esa.

Dua ekor kerbau bertemu di padang rumput dapat makan bersama tanpa perkelahian, sedangkan dua ekor ayam bertemu menghadapi makanan, tidak dapat memulai makan tanpa didahului dengan pertengkaran dan perkelahian terlebih dahulu. Oleh karena itu, bukan makanan yang menjadi sebab utama pertengkaran dan perkelahian, melainkan sifat dan tabiat yang ada pada dirinya.

Sebagian manusia yang menguasai ilmu dan teknologi, kemudian melupakan Allah dan mempunyai keyakinan tidak membutuhkan-Nya lagi setelah teknologi dikuasainya, berarti ia telah sesat amat sangat sesat. Bukan ilmu pengetahuan yang menjadi sebab utama kesesatan, melainkan kefasikan dan kezaliman yang ada pada dirinya, karena Islam tidak memusuhi teknologi dan tidak menafikan pengetahuan.

Berkat ilmu dan harta yang dimilikinya, mereka merasa terkabulkan segala keinginan dan tidak merasa berkekurangan, sehingga mendustakan ayat-ayat yang ada pada ilmu dan harta itu, Allah berfirman:

كَلَّا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَيَطْغَى # أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَى

Sayang sesungguhnya manusia itu suka melewati batas, karena merasa dirinya cukup Q.s. Al-Alaq:6-7

 

وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لَا يَعْلَمُونَ
Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, akan Kami turunkan derajat mereka dengan kesenangan dari arah yamg mereka tidak ketahui.  Q.S. Al-A’raf:182 

Kalaulah manusia hendak bertafakur secara teratur, dan menganalisis secara sehat akan kejadian yang setiap saat terlihat, yaitu yang hari ini ada, besok tiada, dan yang hari ini tidak ada besok ada, setiap hari ada yang datang dan pergi, sedang mereka datang bukan keinginannya dan pergi pun bukan kehendak pribadi. Datang dan pergi diatur oleh Dzat Yang Maha Tunggal. Teori apa lagi yang mereka percayai setelah kitab Allah dan Sunah rasul-Nya didustakan?

Allah berfirman:

أَوَلَمْ يَنْظُرُوا فِي مَلَكُوتِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا خَلَقَ اللَّهُ مِنْ شَيْءٍ وَأَنْ عَسَى أَنْ يَكُونَ قَدِ اقْتَرَبَ أَجَلُهُمْ فَبِأَيِّ حَدِيثٍ بَعْدَهُ يُؤْمِنُونَ

Apakah mereka tidak pikirkan tentang kerajaan langit dan bumi, serta apa yang Allah ciptakan, karena sesungguhnya bisa jadi telah dekat ajal mereka, maka kepada “omongan” apa lagi sesudah itu, mereka mau percaya?  Q.S. Al-A’raf:185


A.Hassan memberi keterangan dalam catatan kaki tafsir Al-Furqan, “Sesudah begitu banyak nasehat, keterangan dan perbandingan, kalau mereka tidak mau beriman, maka kepada keterangan apakah mereka mau beriman?”


Kesanggupan Menerima Ilmu dan Petunjuk

Nasihat dan peringatan akan berguna bagi orang yang memiliki kesanggupan untuk menaati dan melaksanakannya seluruh isi nasihat itu. Bahkan ditunggu dan diburunya walau berada di mana pun. Di samping Rasulullah saw. menyampaikan risalah, beliau pun ditanya dan diminta nasihatnya oleh para sahabat yang haus akan petunjuknya. Bagi Abu Jahal dan kawan-kawannya, petunjuk dan ilmu Rasulullah saw. tak ubahnya angin lalu, karena tidak ada manfaat sama sekali bagi dirinya. Bahkan bisa jadi mereka menganggap racun bagi pertumbuhan akidah dan keyakinannya, karena jangankan melaksanakan petunjuk itu, menerima pun sudah tidak mampu. Bahkan lebih baik menolak, agar menjadi pahlawan bagi nenek moyangnya. Allah berfirman:

إِنَّمَا تُنْذِرُ مَنِ اتَّبَعَ الذِّكْرَ وَخَشِيَ الرَّحْمَنَ بِالْغَيْبِ فَبَشِّرْهُ بِمَغْفِرَةٍ وَأَجْرٍ كَرِيمٍ
Engkau hanya dapat memberi peringatan  kepada orang yang mengikuti peringatan dan takut kepada (Tuhan) Pemurah dalam (urusan) gaib. Oleh karena itu, gembirkanlah dia dengan ampunan dan pahala yang mulia. Q.S. Yasin:11
Berdasarkan keterangan di atas, ada dua hal yang orang memperhatikan peringatan yaitu orang-orang yang mempunyai kesanggupan, dan takut kepada Dzat Yang Maha Pemurah.
Imam Al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadis dalam Kitabul ilmu dengan judul bab Mengadakan Perjalanan dalam mencari jawaban terhadap masalah yang benar-benar terjadi dan mengajarkannya kepada keluarga.

عَنْ عُقبَةَ بنِ الحارِثِ - رضي الله عنه - : أنَّهُ تَزَوَّجَ ابنَةً لأبي إهَابِ بن عزيزٍ ، فَأتَتْهُ امْرَأةٌ ، فَقَالَتْ : إنّي قَدْ أرضَعْتُ عُقْبَةَ وَالَّتِي قَدْ تَزَوَّجَ بِهَا . فَقَالَ لَهَا عُقْبَةُ : مَا أعْلَمُ أنَّك أرضَعْتِنِي وَلاَ أخْبَرْتِني ، فَرَكِبَ إِلَى رسول الله  صلى الله عليه وسلم  بِالمَدِينَةِ ، فَسَأَلَهُ : فَقَالَ رسول الله  صلى الله عليه وسلم  : (( كَيْفَ ؟ وَقَد قِيلَ )) فَفَارَقَهَا عُقْبَةُ وَنَكَحَتْ زَوْجاً غَيْرَهُ . رواه البخاري .
Dari Uqbah bin harits ra., ia berkata, “Sesungguhnya ia menikah kepada putri Abu Ihab bin Aziz, lalu datanglah seorang wanita seraya berkata, ‘Sesungguhnya saya menyusui Uqbah dan wanita yang dinikahinya’. Uqbah berkata kepadanya, ‘Saya tidak tahu bahwa engkau menyusuiku dan engkau tidak memberitahukan kepadaku’. Lalu ia naik (kendaraan) menuju Rasulullah saw. di Madinah dan ia bertanya kepada beliau, kemudian Rasulullah saw. bersabda, ‘mau bagaimana lagi sedangkan ini telah diputuskan’. Lalu Uqbah berpisah dengan wanita itu, dan wanita itu menikah dengan laki-laki lain’”. H.R. Al-Bukhari
Keterangan di atas menggambarkan nilai ketauhidan seseorang dalam menempuh perjalanan yang cukup jauh, guna mencari kejelasan bagi peristiwa yang dialaminya untuk segera mencari jawaban dan kemudian diamalkan. Padahal memisahkan pasangan suami istri yang baru mulai menikmati keindahan rumah tangga bukanlah perbuatan yang mudah. Kalau bukan karena dorongan kesanggupan menerima ilmu dan petunjuk Rasul serta ruh jihadnya, niscaya hal itu dapat dilakukan dengan mulus. Oleh karena itu, pantas seorang  ulama mengatakan, “Pada zaman sahabat itu ayat belum datang, imam sedang mengakar, pada zaman sekarang Alquran sudah datang, iman masih mengambang”. Dengan demikian ayat-ayat Alquran ketika itu turun berangsur laksana gayung bersambut dan kata berjawab.
Pertumbuhan dan ilmu yang Allah mengutus aku (Muhammad) untuk menyampaikannya laksana air hujan yang lebat menimpa tanah, ada yang jatuh menyirami yang subur dan gembur, sehingga tanah itu dapat menyerap air dan menumbuhkan tanaman serta rerumputan. Di antara tanah itu juga ada tanah yang keras yang tidak menyerap air hujan, tetapi dapat membendung, sehingga air mengolam. Allah memberi manfaat dari air itu untuk diminum, menyiram tanaman dan memberi minum binatang. Di antara air itu juga ada yang jatuh pada tanah yang rata dan tidak dapat membendung air dan tidak pula dapat menumbuhkan tanaman, melainkan licin yang berbahaya dan membahayakan.
Keterangan di atas menggambarkan perumpamaan ilmu dan petunjuk yang dibawa Rasulullah saw. yang diterima manusia macam-macam, airnya sama, tapi jenis tanahnya berbeda. Andaikan hendak bercermin diri, termasuk jenis tanah manakah diri ini, tentu hanya masing-masing dirilah yang sanggup menjawabnya.
 

Blogroll

About

Forum Mubalig PERSIS Batununggal Bertugas membantu Bidgar Dakwah dalam meningkatkan silaturahmi, kualitas, dan kuantitas mubalig dan bertanggung jawab kepada Bidgar Dakwah PC Persis Batununggal