Oleh: Ibnu
Muchtar
Apa yang
terbayang dalam pikiran kita ketika mendengar kata silaturrahmi? Di Indonesia
sering kita temui kata silaturahmi sebagai kata yangg
menggambarkan aktivitas hubungan antar sesama manusia. Aktivitas yg dimaksud
adalah aktivitas saling mempererat tali persaudaraan dan kekerabatan. Lebih
sempit lagi aktivitas itu dimaknai saling berkunjung dan
berjabat tangan. Benarkah demikian? Apabila sikap ini dianggap salah satu
bentuk dari silaturrahmi, hal itu tidak salah. Tapi bila silaturrahmi diartikan
demikian, maka jelas tidak tepat.
Kata ini kian populer menjelang
dan selama bulan Syawal, saat idul Fitri, meski kata ini juga sering digunakan
dalam hal-hal lainnya. Sehubungan dengan itu untuk memahami
hakikat dari silaturrahmi kita kaji kembali keterangan Alquran dan sunah.
Dasar
Pensyariatan Silaturrahmi
Silaturahim/Silaturrahmi
termasuk akhlak yang mulia. Dianjurkan dan diseru oleh Islam. Diperingatkan
untuk tidak memutuskannya. Allah Swt. telah menyeru hambanya berkaitan dengan
menyambung tali silaturahmi dalam sembilan belas ayat di Alquran, antara lain:
وَالَّذِينَ يَصِلُونَ
مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ وَيَخَافُونَ سُوءَ
الْحِسَابِ
dan orang-orang
yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan
mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk. Q.s.
Ar-Ra’du:21
Imam
al-Qurthubi menerangkan bahwa ayat ini menjadi dalil diperintahkannya mengadakan
hubungan silaturahim.
Demikian pula
seruan Rasululullah saw. dalam hadis-hadisnya, antara lain:
عَنْ أََبِيْ هُرَيْرَةَ:
أَنَّ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم قَالَ : مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ باللهِ وَاليَومِ
الآخِرِ ، فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ باللهِ وَاليَومِ الآخِرِ
، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَومِ الآخِرِ ، فَلْيَقُلْ
خَيْراً أَوْ لِيَصْمُتْ مُتَّفَقٌ عَلَيهِ
Dari Abu Huraerah, sesungguhnya
Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah
ia menghormati tamunya. Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah
ia hubungkan silaturahmi. Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah
ia berkata yang baik atau diam” Muttafaq ‘Alaih (al-Bukhari dan Muslim)
Pengertian
Silaturahmi atau Silaturahim
Masyarakat
Indonesia “tampaknya” sangatlah kreatif, di Arab menggunakan silaturahim,
Indonesia memudahkan dengan silaturahmi. Dalam Kamus Bahasa Indonesia (hal.
1204) Silaturahmi artinya tali persahabatan
(persaudaraan).
Sedangkan dalam bahasa Arab, shilaturahmi
berasal dari dua kata, yakni Shilah dan Rahm. Adapun shilaturahim dari kata shilah dan rahim. Kata shilah
dapat dimaknai dari dua aspek:
Pertama, alat. Maknanya adalah
مَا
يُوْصَلُ بِهِ الشَّيْئُ
“Sesuatu
yang menghubungkan sesuatu”
Kedua, aksi atau perbuatan.
Maknanya adalah
فِعْلُ
مَا يُعَدُّ بِهِ الإِْنْسَانُ وَاصِلاً
“Membuat/melakukan
sesuatu yang denganya manusia dianggap tetap berhubungan”
Sedangkan secara istilah, kata
Ibnu Hajar al-Haitsami:
الصِّلَةُ
إِيصَال نَوْعٍ مِنَ الإِْحْسَانِ
“As-Shilah
adalah menghubungkan/menyampaikan suatu jenis kebaikan” Lihat, al-Zawajir,
II:65, al-Bahr ar-Raiq, VIII:508, Nihayah al-Muhtaj, V:419, Mughni al-Muhtaj,
II:405
Adapun kata ar-Rahim, ar-Rahm,
dan ar-Rihm mempunyai huruf penyusun yang sama (ra-ha-mim). Secara hakikat
bahasa memiliki arti yang sama, yaitu:
بَيْتُ
مَنْبَتِ الْوَلَدِ وَوِعَاؤُهُ
“Rumah”
dan “wadah” tempat pertumbuhan anak”
Dalam Kamus Fiqh (I:145)
disebutkan bahwa secara fungsional ar-Rahim adalah tempat pembentukan janin.
Dan secara fisikal (anatomi) tempatnya dekat perut.
Sedangkan secara majazi (arti
kiasan) maknanya “kerabat”. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata : “Ar-rahim secara
umum adalah dimaksudkan untuk para kerabat dekat. Antar mereka terdapat garis
nasab , baik berhak mewarisi atau tidak, dan sebagai mahram atau tidak”. Fathul
Bari, X:414
Meskipun
demikian, ketika dihubungkan dengan kata shilah, yang populer dalam bahasa Arab
adalah shilaturrahim. Sedangkan di Indonesia silaturrahmi. Karena itu,
penggunaan ungkapan silaturahmi tidak dapat dikatakan sebagai “kesalahkaprahan”,
karena memiliki rujukan dalam bahasa Arab.
Dari berbagai keterangan di atas
dapat diambil kesimpulan bahwa Silaturrahim, secara penggunaan bahasa
sebagaimana dikatakan oleh Ibnul Atsir adalah kinayah[1] tentang
berbuat baik kepada para kerabat dekat -baik menurut garis keturunan maupun
perkawinan- berlemah lembut dan mengasihi mereka serta menjaga keadaan mereka (Lihat,
an-Nihayah fi Gharibil Hadits, V:425)
Adapun secara istilah syar’I
(Islam) silaturahmi pada hakikatnya bukanlah sekedar hubungan nasab, Ibnu Abu Jamrah (w. 695 H) berkata:
صِلَةُ الرَّحِمِ هُوَ إِيْصَالُ مَا أَمْكَنَ مِنَ الْخَيْرِ وَدَفْعُ مَا أَمْكَنَ مِنَ الشَّرِّ
بِحَسْبِ الطَّاقَةِ
“Silaturrahmi adalah menyampaikan kebaikan semaksimal mungkin dan
menolak kejelekan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan” Fathul Bari,
X:418
Dari definisi ini kita mendapatkan ilmu bahwa silaturrahmi
itu memiliki makna yang luas dan bentuk yang beragam, di antaranya diterangkan
oleh Rasululullah saw. sebagai berikut:
عَنْ
أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى
الْمُسْلِمِ سِتٌّ: إِذَا لَقِيْتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ, وَإِذَا دَعَاكَ
فَأَجِبْهُ, وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْهُ, وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللهَ
فَشَمِّتْهُ, وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ, وَإِذَا مَاتَ فَاتْبَعْهُ – رواه مسلم –
“Dari Abu Hurairah, ia berkata, ‘Rasulullah saw. bersabda, ‘Hak
muslim atas muslim itu enam; Apabila bertemu dia hendaklah beri salam
kepadanya, apabila ia mengundangmu hendaklah penuhi dia, apabila ia bersin lalu
mengucapkan alhamdulillah hendaklah kamu doakan dia, apabila sakit hendaklah
kamu jenguk dia, dan apabila ia meninggal hendaklah kamu mengantar jenazahnya”
H.R. Muslim
Hadis di atas
menjelaskan beberapa bentuk silaturrahmi:
a. mengucapkan salam kepada sesama muslim apabila berjumpa dan
berpisah
b. memenuhi undangan ketika diundang oleh orang lain
c. mendoakan orang bersin bila ia mengucapkan alhamdulillah
d. menjenguk orang yang sakit
e. mengantar jenazah orang mukmin yang meninggal
Penjabaran silaturrahmi dalam bentuk saling mendoakan ketika
bersin dijelaskan dalam hadis lain sebagai berikut:
عَنْ
أَبِيْ هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ:
أَلْحَمْدُ للهِ, وَلْيَقُلْ لَهُ أَخُوْهُ: يَرْحَمُكَ اللهُ, فَإِذَا قَالَ لَهُ: يَرْحَمُكَ اللهُ,
فَلْيَقُلْ لَهُ: يَهْدِيْكُمُ اللهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ - رواه البخاري -
Dari Abu Hurairah,
dari Nabi saw. beliau bersabda, ‘Apabila salah seorang di antara kamu bersin,
maka ucapkanlah: al-hamdulillah (segala puji bagi Allah). Dan hendaklah
saudaranya mengucapkan: yarhamukallah (semoga Allah merahmatimu). Maka
hendaklah dia (orang yang bersin) mengucapkan: Yahdikumullah wayuslihu balakum
(semoga Allah memberi petunjuk kepadamu dan membereskan urusanmu)” H.R.
Al-Bukhari
Demikian pula termasuk
bentuk silatarurahmi adalah saling tolong-menolong dalam kebaikan
عَنْ اِبْنِ
عُمَرَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مِنْ
اسْتَعَاذَكُمْ بِاَللَّهِ فَأَعِيذُوهُ, وَمَنْ سَأَلَكُمْ بِاَللَّهِ
فَأَعْطُوهُ, وَمَنْ أَتَى إِلَيْكُمْ مَعْرُوفًا فَكَافِئُوهُ, فَإِنْ لَمْ
تَجِدُوا, فَادْعُوا لَهُ أَخْرَجَهُ
اَلْبَيْهَقِيُّ
Nabi bersabda, “Siapa yang meminta perlindungan kepadamu dengan
(nama) Allah, hendaklah kamu melindunginya. Dan siapa yang meminta sesuatu
kepadamu dengan (nama) Allah, hendaklah
kamu memberinya. Dan siapa yang berbuat suatu kebaikan kepadamu,
hendaklah kamu balas; jika tidak ada,doakanlah
dia” H.r. Al-Baihaqi
Fadhilah (khasiat/efek) Silaturahmi
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَنْ أََحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ عَلَيْهِ فِي رِزْقِهِ, وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ
فِي أَثَرِهِ, فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ أَخْرَجَهُ اَلْبُخَارِيُّ
Dari Abu
Huraerah, ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Barangsiapa ingin diluaskan
rezekinya dan dimakmurkan usianya,
hendaklah ia bersilaturrahmi’.” H.r. Al-Bukhari
Keterangan:
A. Makna
diluaskan rizkinya
Rizqi bukan
hanya berbentuk harta, tapi meliputi pula ilmu dan kehormatan. Arti diluaskan
rizqi itu tidak selalu berarti bertambah nominal hartanya, tetapi bisa pula
bertambah peluangnya, semakin bertambah relasinya, semakin luas lahannya.
B. Makna
dipanjangkan umurnya
Tidak berarti
umur hidupnya jadi panjang, tetapi banyak berkah didalam umurnya dengan sebab
taufiq untuk melaksanakan ketaatan dan bermanfaat di akhirat, sehingga terus
dikenang dan didoakan oleh setiap orang yang masih hidup walaupun dia sudah
meninggal. Intinya sebagaimana dalam hadis Nabi: Apabila seseorang mati
terputus segala amalnya kecuali dari 3 perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang
dimanfaatkan, anak shaleh yang mendoakannya.
Dalam hadis
lain diterangkan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَعَلَّمُوا مِنْ أَنْسَابِكُمْ مَا
تَصِلُونَ بِهِ أَرْحَامَكُمْ فَإِنَّ صِلَةَ الرَّحِمِ مَحَبَّةٌ فِي الْأَهْلِ
مَثْرَاةٌ فِي الْمَالِ مَنْسَأَةٌ فِي الْأَثَرِ
Dari Abu
Huraerah, dari Nabi saw., beliau bersabda, “Pelajarilah tentang
nasab-nasab kalian sehingga kalian bisa menyambung silaturrahim. Karena
sesungguhnya silaturrahim adalah kecintaan terhadap keluarga, penyebab banyak
harta dan bertambahnya usia” H.r. at-Tirmidzi
Sebaliknya,
bagi yang tidak bersilaturrahim Nabi memberikan ancaman
لَا يَدْخُلُ
اَلْجَنَّةَ قَاطِعٌ يَعْنِي: قَاطِعَ
رَحِمٍ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Tidak akan
masuk surga seorang pemutus, yakni pemutus rahim.” Muttafaq ‘Alaih
Kesimpulan
Memaknai silaturahim
secara benar, membutuhkan kesungguhan tekad dan bukti amal. Kita tidak hanya
merekayasa gerak-gerik tubuh, tetapi dituntut menata hati agar memiliki
kekuatan untuk berbuat lebih bermutu. Sikap mental yang harus dilatih agar
punya kemampuan silaturahim secara utuh.
[1]Secara
bahasa kinayah berarti mengatakan sesuatu untuk menunjukkan arti yang lain. Secara
syar’i yang dimaksud dengan kinayah ialah suatu lafal yang tertutup maksudnya
oleh lafal itu sendiri, ia tidak dapat dipahami kecuali ada qarinah (petunjuk)
yang dapat menjelaskan maksudnya baik maksud tersebut secara hakiki maupun
secara majazi. Lihat, Ushul Fiqh al-Islami, I:309